Its. Koker |
"MEMPERINGATI 52 TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN WEST PAPUA DAN MILITER WEST PAPUA"
Hari ini tepat 1 Juli 1971 s/d 1 Juli 2023. selama 52 Tahun Negara Papua Barat ini dicetuskan oleh Seth Jafet Rumkorem sebagai Presiden Papua Barat, dan didampingi oleh Jakob Prai sebagai Ketua Senat (Dewan Perwakilan Rakyat), Dorinus Maury, Philemon Tablamilena Jarisetou Jufuway pada 1 Juli 1971 di Desa Waris, Kabupaten Jayapura, dekat perbatasan Papua New Guinea, yang dijuluki (Markas) Victoria, yang kemudian dijuluki dalam kosakata rakyat Papua Barat sebagai “Mavik" “dilaksanakan sebagai Kepala Staf Tentara Pembebasan Nasional (Tepenal), dan Louis Wajoi sebagai Komandan (Panglima) Tepenal Republik Papua Barat.
Proklamasi dicetuskan dengan isian : ‘’ “Rakyat Papua Barat sekalian, dari Numbay sampai Merauke, dari Sorong sampai Balim Pengunungan Bintang, dan dari Biak sampai pulau Adi, dengan Berkat dan pertolongan Tuhan kami mendapat kesempatan hari ini. Menyampaikan kepada kami sekalian, berdasarkan keinginan luhur bangsa Papua Barat Bahwa bangsa dan Tanah air yang merdeka berdaulat penuh. Kiranya Tuhan Menyertai kita dan ini dunia menjadi maklum bahwa ke inginan luhur Bangsa Papua Barat menjadi nyata.
Sudah tentu, dengan hadirnya proklamasi, rakyat west papua menolak segala macam bentuk perjanjian yang dilakukan antara Kolonial Indonesia, Imperialisme Amerika Serikat dan Belanda diatas bumi West Papua. Persekongkolan tersebut melahirkan; Tri Komando Rakyat [ Trikora ] 19 Desember 1960, New York Agreement 15 Agustus 1962, Roma Agreement 30 September 1962, Ankesasi 1 Mei 1963, Hadirnya Freeport 7 Juli 1967 serta yang pada puncaknya Penentuan Pendapat Rakyat [ PEPERA ] 14 s/d 2 Agustus 1969 yang Tidak Demokratis.
Selain itu mempunyai tujuan, Pertama : Menyatakan kepada perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dunia internasional dan pemerintah republic Indonesia, bahwa rakyat Papua Barat tidak setujuh dan secara tegas menolak hasil pelaksanaan penentuan pendapat rakyat PEPERA tahun 1969 yang tercacat dalam agenda resolusi PBB Nomor 2504/VI/ tanggal 19 nopember 1969 yang menyatakan bahwa Papua barat adalah bagian dari wilayah kesatuan republic Indonesia, Kedua : Menyatakan kepada dunia Internasional dan pemerintah republic Indonesia bahwa terhitung tanggal 1 juli 1971 rakyat Papua Barat kembali mengibarkan Bendera Negara republic Papua Barat. Yaitu sang bintang fajar di bumi Papua Barat yang pernah dikibarkan pada tanggal 1 desember 1961 dan di turunkan tanpa hormat dari pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963, Ketiga : Menyatakan kepada dunia Internasional, bahwa rakyat Papua Barat memohon dengan hormat kepada pemerintah republic Indonesia untuk mengembalikan dan mengakui kemerdekaan republic Papua Barat pada 1 Desember 1961 sesuai UUD 1945 pembukaan alinea pertama yang mengatakan; “ Bahwa sesungguhnaya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus di hapuskan tidak sesui dengan pri kemanusian dan pri keadilan”, Keempat : Menyatakan kepada dunia Internasional dan pemerintah republic Indonesia bahwa rakyat Papua Barat menolak dengan tegas pelaksanaan pemilihan (UMUM) ditanah Papua bertamakali pada tanggal 15 juli 1971, Kelima : Menyatakan kepada dunia internasional bahwa terhitung pada tanggal 1 juli 1971 rakyat Papua Barat (BERTEKAD) menghihupkan kembali induk organisasi kemerdekaan rakyat Papua Barat yang di kenal dengan nama; ORGANISASI PAPUA MERDEKA yang disingkat OPM, Keenam : Menyatakan kepada dunia Internasional dan pemerintah republic Indonesia bahwa terhitung pada tanggal 1 juli 1971 UUD/KONSTITUSI SEMENTARA rapublik West Papua disahkan dan mulai berlaku sebagai dasar hukum untuk membentuk dan mengatur pemerintah republic Papua Barat di tanah Air Papua.
Selama tahun 1961 hingga 2021 tercatat 22 Operasi Militer yang sudah Meneror, Mengintimidasi, Mutilasi serta Memperkosa Perempuan Papua untuk mengusai seluruh asset kekayaan Alam di tanah apapua. Bahkan sepanjang tahun – tahun itu, rakyat papua harus mengungsi mencari tempat aman.
Bahkan, dalam kurun waktu 2017-2022 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat, Yahukimo dan yapen. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.
Bukan hanya itu, Jokowi Bersama mentri dalam Negeri Tito Karnavian serta para antek – anteknya ikut terlibat dalam dalam penangkapan Viktor Yeimo serta seluruh tanahan politik lainnya di West Papaua serta ikut terlibat juga dalam Pemekaran provinsi yang sebelumnya ada dua Provinsi Papua dan Papua Barat kini bertambah menjadi 6 provinsi yakni Barat Daya, Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Pegunungan Tengah. Yang sudah tentu, ini merupakan awal kehancuran orang papua di tanah sendiri. Awal dimana perampasan tanah, air, udara, serta laut yang akan massif serta meloloskan kepentingan negara – negara maju untuk mengambil sumber daya alam serta membunuh rakyat papua atas nama Infrastruktur.
Sejak pemilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir tahun 2014 hingga 2023, Kapitalisme Global dan militer [ TNI dan POLRI ] bekerja sama dan membiarkan terus mengakumulasi lebih banyak kekuasaan dan anggaran dengan melanggengkan struktur komando teritorial yang mengizinkannya mengakses SDA—secara legal maupun ilegal. Sejak lama, pemeritah pusat dan pemerintah local, militer dan kapital global terlibat dalam kegiatan ekonomi ilegal di West Papua, termasuk di usaha penebangan kayu dan pengamanan perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan, yang juga disertai penggusuran orang-orang West Papua dari tanahnya. Militer, Pemerintah Indonesia dan elit local juga merupakan penerima alokasi dana Otsus dalam jumlah yang besar, dua per persen dari anggaran nasional Indonesia, serta dana pembangunan, dan dana infrastruktur. Bupati-bupati terpilih memiliki anggaran yang bisa diakses militer untuk melakukan operasi militer melawan dugaan ancaman pemberontak di West Papua.
Kendati UU Otonomi Khusus Jilid I – II , G - 20, Omnibus, UU Minerba, UU KUHP serta seluruh kebijakan negara hanya untuk kepentingan Eksploitasi Kapital Modal di Tanah West Papua. Sehingga, aparat keamanan [ TNI dan POLRI ] menjadi anjing penjaga para pemodal untuk meraup banyak untung dari eksploitasi sumber daya alam (SDA) Papua yang melimpah, bahkan TNI dan POLRI dengan dalih operasi kontrapemberontakan dan transmigrasi terus memperlancar aktivitasnya dipapua. Hal ini menyebabkan kasus-kasus pembungkaman kebebasan berekspresi secara damai terus berlanjut. Larangan pengibaran bendera Bintang Kejora tetap diberlakukan, dan, tidak ketinggalan, tetap terjadi pembunuhan di luar hukum oleh TNI/Polri.
Bahkan setelah UU Otsus disahkan Presiden Jokowi mengizinkan militer Indonesia memperluas struktur teritorialnya dengan membangun dua komando daerah militer (kodam) baru, di Provinsi Papua dan Papua Barat, Papua Barta Daya, Papua Pegunungan serta Papua selatan. Pihak militer mengklaim bahwa hal ini diperlukan dalam rangka melawan gerakan perlawanan Papua, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Namun, TPNPB tidak hadir dalam jumlah yang signifikan di tanah West Papua. Tampaknya militer tengah berusaha menjustifikasi penambahan struktur komando teritorial yang bisa membuat mereka terus melanggengkan kepentingan bisnisnya.
Sedangkan, dilain sisi Jokowi – Maruf Amin serta Mahfud Md tidak mau mendengarkan apa keinginan TNPN PB dan Rakyat Papua, untuk segera lakukan ‘’PERUNDINGAN’’ melainkan pemerintah indoensia membantah pernyataan tersebut.
Maka, dengan ini, kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), menyatakan sikap politik sebagai berikut:
1. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua
2. Cabut UU Otonomi Khusus Jilid II dan Daerah Otonomi Baru
3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua
4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua
5. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia
6. Bebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat
7. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu dan eksploitasi PT Antam di Pegunungan Bintang
8. Usut tuntas pelaku penembakan dua anak di Intan Jaya
9. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM
10. Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri
11. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Seluruh Wilayah West Papua lainnya
12. Cabut Omnibus Law, UU Minerba, UU KUHP, Serta seluruh Produk Indonesia yang melanggengkan Penindasan, Pembunuhan dan Perampasan Ruang Hidup Rakyat Papua.
13. Cabut 4 Provinsi : Papua Barat Daya, Papua Tengah, Pegunungan Papua Tengah, Papua Selatan
14. Indonesia Stop Etnosida, Ekosida Dan Genosida Di West Papua
15. Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses dekolonisasi West Papua sebagaimana pernah mereka janjikan
16. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua
17. Mendesak Pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung
18. Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi bangsa West Papua
Demikian pernyataan sikap ini dibuat. Kami menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa West Papua dalam menentukan nasib sendiri. Juga penting kami sampaikan pada rakyat Indonesia, West Papua, dan dunia, mari kita bersama-sama bersatu untuk mengakhiri penipuan sejarah dan penderitaan di yang ada di Tanah West Papua.
Medan Juang,
Tanah kolonial, 1 Juni 2023