Sumber Foto: Screenshot dari film di Youtube |
“Aku Ingin Menciummu Sekali Saja” merupakan salah satu karya film yang disutradarai
oleh Garin Nugroho. Film-film miliknya memang mengundang penonton untuk
berpikir kritis dalam memahami setiap adegannya.
Film ini sengaja dibuat Neorealisme atau penggabungan antara cerita (kisah
nyata) tanpa tambahan embel-embel tertentu atau interpretasi
tertentu. Ciri-ciri khusus dari neorealisme adalah menggunakan dominan artis
non –profesinonal, pencahayaan alami serta tempat alami. Waktu pembuatan Film
ini pun, saat gejolak politik di West Papua masih debar
dirasakan pada tahun 2001. Film ini menarik karena membuat banyak intrepetasi
atau penafsiran dari masyarakat West Papua, Indonesia bahkan dunia
yang menyaksikannya.
‘Seorang
remaja, Arnold (octovianus R. Muabuay) terpanah melihat gadis (lulu tobing)
berurai air mata turun dari kapal di dermaga sebuah kota di papua. Ia terus
mengikuti semua kegiatan gadis itu, hingga membuat cemburu sahabatnya, Sonya
(sonya S. Baransano). Kisah ini diletakan dalam konteks pergolakan
sosial-politik papua yang ingin merdeka, meski boleh dibilang tidak ada
hubungan antara kisah tadi dengan pergolakan politik di papua, kecuali bahwa
ayah Arnold adalah salah seorang aktivis penggerak pembebasan nasional west Papua. Tokoh sang gadis juga dibiarkan misterius hingga ke akhir film,
penonton tidak pernah diberi tahun apapuan tentang gadis ini’. Sedikit tentang sisnopsis yang telah disediakan
oleh sutradara.
Adapun
analisis film :
Aspek
sosial budaya
Film ini menceritakan
banyak hal tentang interaksi masyarakat sehari-hari, menyelipkan juga unsur
gereja (persekutuan seiman ) Kriten Khatolik di kota Jayapura. Menceritakan
tentang gereja sebagai tempat mengakui dosa, tempat meratapi kesedihan, serta
tempat refleksi untuk jemaatnya. Gereja juga sebagai tempat yang seharusnya
membela hak-hak masyarakat yang sedang mengalami peninandasan. Namun dalam film
tersebut gereja disitu sebagai tempat penghiburan setiap jemaat yang ingin
mengakui dosa lalu memberitakan bahwa harus ada perdamaian dari setiap hari
yang terluka.
Menceritakan
juga aktivitas keluarga dari Arnold yang hidup dalam kesederhananaan dengan
mengkonsumsi makanan pokok yang hidup di pinggiran pantai (sagu dan
ikan ).
Pada
aspek budaya terlihat ketika masyarakat Papua berkumpul di Pusat kota Jayapura
dengan berbagai atribut pakaian, asesories papua, mereka hadir saat-saat dimana
Alm. Theiys H. Eluay sangat kuat perannya dalam mempersatukan suku-suku di
Papua. Budaya kami memang memiliki beberapa perbedaan namun bagi manusia West
Papua , satu nasionalisme yang mempersatukan. Salah satu bentuk benda
nasionalis yang terpapar jelas di dalam film tersebut adalah bendera bintang
fajar. Bahkan pada pengatar film ini garin menyuting satu adegan alm. Theys
Eluay mencium bendera ini sebelum adegan pertama dari film ini mulai. Adegan
ini juga seakan memberi makna sebagai ciuman terakhir alm. Theisy dalam film
sebelum akhirnya beliau dibunuh.
Aspek
politik
Theys Hile Eluay, tokoh Dewan presidium Papua. Sumber: Internet |
Dalam
film yang di edarkan 2003, bahkan beberapa adegan dalam film ini justru
menceritakan tentang ayah arnold yang merupakan aktivis pembebasan West
Papua selalu hadir dalam konggres papua, dalam konggres menyiapkan
proklamasi negara West Papua. Media masa cetak maupun TV
mengabarkan bagaimana seorang Theys ditangkap, dan diperiksa di kepolisian.
Masa tegang tersebut membuat masyarakat west Papua tegang.
Mereka menuntut tokoh adat dan masyarakat Papua untuk dibebaskan. Beberapa
adegan memperlihatkan masyarakat Papua yang hendak pergi untuk aksi demonstrasi
dihadang oleh orang tak di kenal , lalu di pukuli hingga tak bernyawa, ayah
Arnold yang merupakan penari burung kasuari melihat hal tersebut lalu lari ke
dalam hutan dan bersembunyi dalam baju burung tersebut. Saat itu ayah dari Arnold
sedang diincar oleh beberapa orang tak dikenal yang menyerang rombongan truk.
Adegan penyerangan truk juga dapat menjelaskan pembungkaman demokrasi di Papua,
lalu menceritakan tentang banyak orang west Papua yang
telah dipukuli dan disakiti namun tidak ada media yang meliput atau laporan
tentang hilangnya manusia west Papua. Keadaan ayah Arnold juga
menginformasikan bagaimana sebenarnya alam dapat turut membantu menjaga dari
ancaman niat jahat orang jahat.
Sosol Ibu Pertiwi. Sumber gambar: Internet |
Sosok
Lulu Tobing sebagai perempuan non-papua yang turun dari kapal putih di
pelabuhan Jayapura, terlihat pada wajahnya keletihan, dan gunda yang
dirasakannya saat tiba di pelabuhan. Di satu sisi Arnold dan Sonya sedang
bermain di pelabuhan dan Arnold pun terpanah pada keindahan sosok lulu. Dalam diskusi
lulu ditafsirkan sebagai ibu pertiwi yang sedang bersusah hati seperti lirik
lagunya, dalam perannya juga lulu tampak takut dan terus berdoa, dilain sisi
Garin memperlihatkan situasi papua yang memanas karena keadaan politik. Arnold
yang merupakan anak dari
seorang aktivis
sekaligus harapan bapa dan mamanya untuk peka terhadap masalah-masalah yang
terjadi di west Papua. Namun Arnold terpukau dengan kecantikan
Ibu Pertiwi, air matanya membuat Arnold benar-benar ingin menciumnya. Meskipun
Arnold sebagai remaja yang masih polos tidak mengerti apakah itu air mata
tipuan atau memang air mata kesedihan karena papua seakan tinggal menunggu
waktu terlepas dari NKRI. Dalam perjalanan keindahan Ibu Pertiwi
menghipnotis Arnold hingga Arnold pun memberanikan diri untuk datang ke temat
tinggal Ibu Pertiwi (lulu) untuk mencium air matanya, saat bersamaan adegan
lain menceritakan bahwa alm. Theys Eluay di temukan tewas. Ciuman yang
dilakukan Arnold mampu membuat Ibu Pertiwi kembali senang, karena ciuman itu
bisa berarti ciuman kembali menjalin kasih bersama di pangkungan Ibu Pertiwi.
Ketika Theiys meninggal seakan situasi politik di Papua mengalami perubahan
yang sangat dratis, kesedihan menyelimuti hati setiap manusia west Papua. Pemimpin
bangsa kami telah pergi sekarang kami hanya bisa merajut mimpi, dengan ciuman
itu juga sebagai simbol terjalin kemestraan, sehingga diwujudkan dengan peran Lulu
Tobing yang kembali pulang dengan menumpangi kapal putih dengan hati gembira.
Namun, pesan lainnya bahwa ayah dari Arnold setelah sekian lama di hutan keluar
dan menunjukan dirinya walaupun dirinya dalam ancaman dibunuh.
Aspek
Pendidikan dan Perempuan
Film
ini juga menceritakan tentang Pendidikan di sekolah formal, ketika ayah Arnold
sebagai guru disana menceritakan tentang tentara komando west Papua juga
memberikan refleksi mengenai Bangsa Papua. Pendidikan ini sangat penting untuk
membangun kesadaran dan kepercayaan diri bagi manusia west Papua. Manusia west
Papua mengalami kehilangan jati diri karena segala sesuatu tentangnya
telah dibumi hanguskan oleh kejahatan negara. Sehingga di isi dengan pendidikan
mengenal Indonesia yang tidak pernah di lihatnya. Pendidikan dalam keluarga
juga turut membantu pengetahuan anak, bagaimana peran ayah dan ibu untuk
memberikan pengertian atau mengajak diskusi mengenai persoalan Bangsa Papua
saat ini.
Aspek
Perempuan, mama dari Arnold merupakan sosok perempuan penyayang dibuktikan
dengan selalu menemani dan berdoa untuk keadaan bangsa Papua. Mama juga
mengerti keadaan dari bapa Arnold yang merupakan aktivis. Arnold pun terus
diingatkan dengan kasih sayang tentang keadaan west Papua hari
ini. Mama dari Arnold juga dalam film ini, pernah ditegus oleh bapanya karena
menangis, menurut budaya orang asli Papua, tanah adalah mama, sebagai penyedia segalanya. Sehingga
jika mama (perempuan ) menangis maka tanah ini tidak akan keras lagi, tidak
akan subur lagi melainkan pecek dan tidak dapat di olah.
Perempuan
lainnya adalah Sonya, Sonya adalah sosok remaja west Papua yang
sedang jatuh cinta dan masih sangat labil.
Sonya
menanamkan rasa kebencian terhadap perempuan non-Papua karena penindasan yang
terjadi, dibuktikan melalui pengakuan dosanya di gereja.
Sonya memperlihatkan betapa diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan papua
sangat kental terjadi. Perempuan Papua dengan keadaan fisik , kulit lebih
gelap, rambut keriting seakan tidak memiliki tempat di Televisi, model-model,
iklan, film dan sebagainya. Hal ini juga yang dapat mengikis rasa kepercayaan
diri dari perempuan Papua, rasa minder yang mendalam. Namun Pastor(di Gereja)
memberikan saran untuk mengampuni dan hidup dengan cinta kasih.
Sosok
Perempuan ketiga adalah Lulu Tobing (pada aspek politik sebagai Ibu Pertiwi).
Ibu pertiwi ini juga dapat dikaitan dengan sejarah besar Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dipimpin oleh Perempuan yaitu Megawati soekarno putri
pada tahun 2001.
Sosok
Lulu Tobing juga dapat menjelaskan keadaan presiden saat itu yang meratapi
keadaan bangsa Indonesia tanpa bangsa Papua, bahkan ketika ciuman yang
diberikan Arnold (meskipun karena nafsu) membuat hati sang Ibu Pertiwi senang
karenanya. Mungkin ciuman penghianatan yang dilakukan oleh ibu Pertiwi berhasil
kepada Arnold yang justru mengharapkan ciuman mesra. Diskriminasi terhadap
perempuan Papua akan terus berlanjut jika tidak ada pembebasan nasional west Papua.
Penulis adalah mahasiswa Papua yang
sedang kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Juga aktivis self-Determination