Gambar ilustrasi: 47th kontrakkarya freeport. Sumber: nobodycorp.org |
Penulis: Soleman
Itlay*
Mengapa kekayaan
alam Papua sedang dihancurkan? Kenapa orang Papua sudah di ujung kepunahan? Jean
Jaqueaz Dozy boleh dikatakan informan bagi Amerika Serikat, Belanda dan
kolonial Indonesia memusnahkan etnis Melanesia, Papua. Dozy pernah ikut
Ekspedisi dibawah pimpinan Cartenz pada 1935 di Papua. Dozy lah yang menemukan
tembaga di gunung sakral yang bernama Nemangkawi (nama asli). Dia membuat
laporan itu dan simpan di perpustaakaan Belanda.
Kemudian, Jan
Van Gruisen, direktur Earst Borneo
Company, secara diam-diam menggunakan laporan itu. Gruisen boleh disebut
penghianat juga, sebenarnya. Karena dia yang membocorkan laporannya kepada Folber
Wilson, direktur Freeport Sulphur.
Mereka berdua melakukan pertemuan pada Agustus 1959. Saat itu, Wilson yang
menghancurkan alam Papua ini, berada di ujung kebangkrutan yang luar biasa di
Kuba. Mengapa?
Fidel Castro,
pada tahun itu menasionalisasikan seluruh perusahaan pada saat diktator rezim
Batista. Gruisen yang berjiwa Yudas Iskariot ini, mendekati Wilson untuk
melakukan perundingan tanpa melibatkan pemilik Nemangkawi. Laporan Dozy yang
dimanfaatkan Gruisen membuat Wilson tertarik dan membaca seksama. Sampai pada
akhirnya Wilson jatuh cinta pada alam Papua.
Selama beberapa
bulan, Wilson melakukan survei di gunung Ersberg. Hasil temuan pria berjiwa
imperialis ini, ditulis dalam buku berjudul “The
Conquest of Cooper Mountain”. Pada 1 Februari 1960 Freeport Sulphur menekan
kerja sama dengan East Borneo Company untuk mengerus isi perut bumi Papua ini.
Perlu mencatat baik bahwa, yang dilakuan Wilson maupun Gruisen bertepatan
dengan status politik Papua makin tidak jelas alias memanas.
Dimana Belanda
untuk Sri Baginda Raja Nederland, Pangeran Orangje VAN Nassau, Hertog Agung
Luxemburg menetapkan west Irian dengan nama Nederlands
Nieuw Guinea pada 24 Agustus 1928. Sementara Indonesia melalui mulut tidak
masuk akal akal Soekarno, mengatakan wilayah jajahan bekas Nederland Indie, dari Sabang sampai Merauke adalah satu bagian dari
Indonesia pada proklamasi 17 Agustus 1945.
Status politik
Papua yang kelabu, dimanfaatkan oleh kaum imperialis dan kolonial, antara
Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia. Disini, Central Intelegenci Agen (CIA)
bermain dibelakang Indonesia dalam upaya merebut Papua dari tangan Belanda.
Gruisen kemungkinan besar bersama juga di samping dan belakang Hertog Agung
Luxemburg. CIA langsung di back up
oleh Wilson dan Gruisen.
Keterlibatan CIA
bisa lihat dalam Konferensi Meja Bundar di Den
Haag, selama 7 tahun (1949-1955). Proses ulur waktu ini ada kaitannya
dengan Mohamad Hatta yang mengakui Papua adalah bangsa sendiri. Pernyataan
kembali diangkat dalam dokumen “Hasil Renungan, Aspirasi Politik Bangsa Papua
Barat”, yang disampaikan kepada presiden Republik Indonesia oleh tim 100 Dialog
Nasional (hal 4).
Semakin
diperkuat dengan kematian Jhon F. Kennedy dan pelengserang Soekarno. Hal ini
semakin benderang di dalam buku “The Incubus of Intervention”, yang ditulis
oleh Greg Poulgrain yang merupakan hasil riset selama 30 tahun. Poulgrain
melakukan penelitiannya sekitar 80-an. Status politik Papua menimbulkan dua
tokoh ini mengalami imbas yang tidak manusiawi. Sebenarnya semua karena CIA
yang bekerja sama dengan Wilson dan Gruisen.
Presiden ke 35 US itu, ditembak pada 22 November 1963
di Texas. Beliau disebut-sebut tidak punya niat untuk berpihak pada Indonesia
dan Papua. Ia menempatkan diri di tengah-tengah. Artinya, Kennedy tidak ingin
menipu Indonesia demi kekayaan alam Papua. Bahkan sama sekali tidak pikir untuk
mempersusah orang Papua, menentukan status politik yang diperbincangkan antara
Belanda dan kolonial Indonesia.
Sementara
presiden Indonesia, Soekarno dilengserkan dengan sanggahan komunisme. CIA
mendekati Soeharto dan mengulingkan beliau pada 1 Oktober 1965. Kondisi ini
berujung pada pergantian posisi orang nomor satu, baik Amerika Serikat dan
Indonesia. Salah satu mantan direksi Freeport Sulhur termasuk orang memenangkankan Jhonson pada kampanye
politik di US pada 1964, sangat jengkel dengan sikap Soekarno yang tidak pro
dengan Freeport.
Dikatakan,
“orang ini, Soekarno harus dilengserkan”. Setelah Johnson mengantikan Kennedy,
akses Freeport Sulphur semakin terbuka. Karena CIA berhasil mendekati Soeharto
untuk melengserkan Bung Karno. Asvi Marvan Adam, selaku sejarahwan Indonesia
mengatakan, Soekarno lengser karena tidak mau kekayaan alam di Indonesia, dalam
hal ini Freeport tidak mau dikuasai oleh imperialis asing, AS. Silahkan baca artikel
berjudul, “Soekarno akan menangis tahu kekayaan Papua habis dikerut Amerika” di
merdeka.com.
Tidak sampai
disitu. CIA juga disebut-sebut sangat bertanggung jawab atas kecelakaan pesawat
yang menewaskan sekejen PBB, Hammarskjold. Dikatakan Hammarskjold beserta 15
orang lainnya jatuh di Rhodesia Utara, sekarang Zambia. Hal itu disampaikan
oleh mantan ketua Mahkama Agung Tazania Mohamed Chande Othman. Laporan tersebut
diserahkan kepada Sekertaris Jenderal PBB, Antonio Guterres pada 9 Agustus
lalu.
Allen Dulles,
disebut-sebut sebagai aktor dibalik kecelakaan pesawat itu. Menurut Othman,
Dulles merupakan pimpinan dari agen CIA yang menewaskan sekjen PBB yang pro
Papua merdeka itu. Greg Poulgrain, dalam bukunya berjudul "The Incubus of
Intervention, Conflicting, Indonesia Strategies of Jhon F. Kennedy” menyebut
Hammarskjold tidak menginginkan Papua dikuasai oleh Indonesia maupun Belanda.
Ia lebih memilih
Papua menentukan nasib sendiri. Oleh karennya,
ia membuat proposal tentang Papua sebagai wilayah sengketa antara
kolonial Indonesia dan belanda (1949-1962). Proposal itu berjudul “Papua for
Papuans”. Menurut Pdt. Phil Karel Erari, proposal beliau disiapkan agar bisa sampaikan
pada Sidang Umum PBB Pada Oktober 1961. Namun tidak bisa lagi melanjutkan atau
dibacakan karena CIA berhasil mengagalkan almarhum pada peristiwa yang menyedihkan
itu.
Permainan CIA
semakin gila ketika Augustus A. Long terpilih sebagai direktur Chemical
Bank, salah satu perusahaan Rockeffeler.
Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelijen AS untuk masalah luar
negeri. Setelah mengulingkan Soekarno, Folber Wilson mendapat telfon dari ketua
Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams. Apakah sudah siap eksploitasi
gunung emas Irian Jaya?
Lisa Pease telah
memperlihatkan semua goresan jahat di dalam artikel berjudul “JFK, Indonesia,
CIA, and Freeport” di majalah Probe. Lisa mendapat jawaban, bahwa
petinggi Freeport sudah mempunyai kontak penting dalam lingkarang para tokoh
Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang bekerja di lingkup kementerian
Pertambangan dan Perminyakan, yakni; Ibnu Soetowo dan Julius Tahija. Ibnu jadi
penghubung dekat dengan Freeport.
Ingat! UU Nomor
1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dirancang dan ditetapkan di
Jenewa, Swiss. Mengapa hal ini dibahas di luar negeri setelah KMB di Den Haag,
Belanda selesai? Oh, tidak lama lagi, 7 April 1967, Kontrak Karya I dilaksanan
dibawah tangan berdarah, Soeharto di Timika. Tentu, ini pun tanpa ada yang
melibatkan pemilik Nemangkawi, khususnya suku asli Amungme dan Kamoro.
Freepot kemudian
mengandeng Bechtel, perusahaan AS
yang mempkerjakan pentolan CIA, untuk membangun konstruksi pertambanagan di
Mimika. Tahun 1980, Freeport mengandeng McMoran
milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa di dunia dengan laba ±
1,5 milyar dollar AS/tahun. Semua ini bermain disamping sengketa status politik
Papua. Jadi semua sejarah yang berkaitan dengan orang Papua dianekasi ke
Indonesia “pukul rata” sampai “sekarang” ini demi kepentingan ekonomi Amerika
Serikat, Indonesia, dan Belanda.
Kalau Hammarskjold
masih hidup, Papua tidak perlu “kacau” seperti hari ini. Tidak perlu lagi
melakukan: Perang atau Daerah Operasi Militer (19 Desember 1961-2010), New York
Agrrement (15 Agustus 1962), Roma Agrement (30 September 1962), Hari Aneksasi
(1 Mei 1963), PEPERA yang Cacat (Prinsip) Hukum dan Demokrasi (24 Juli-2 Agustus
1969, dan lain sebagainya. Sebenarnya, pemerintah sadar bahwa “ Papua Bukan
Satu Bagian Dengan Indonesia”.
Buang alasan
Soekarno tidak mengikat pada dasar pijakan yang objektif. Karena Papua punya
“sendiri” terutama batas wilayah, suku, agama, dan rasnya. Papua juga telah
mempunya bintang pagi sejak 1961. Jangan
karena kertas bicara berat pada warna putih dan merah. Bicaralah karena
kebenaran yang tertulis pada Kitab Suci, Alquran, Weda, Tripitaka, Wu Jing, Si
Shu, dan Xiao Jing. Biarkan kebenaran bicara seturut kehendak Tuhan Yang Maha
Esa.
Pancasila (kan)
dalam segala tidakan. Perbuatlah orang Papua sebagai manusia yang punya
martabat. Tunjukkanlah itu dalam perkataan, kelalaian dan perbuatan. Katakanlah
terus seperti kata-kata mati Ali Mortopo dan Luhut Panjaitan. Pada 1969
Jenderal Ali Mortopo berkata, “Kalau orang Papua mau merdeka, minta Amerika
satu pulau dan tinggal disana”. Pada 2016, sekitar 47 tahun lewat, Luhut
Panjaitan berkata, “Orang Papua yang mau merdeka, pindah saja di pasifik dari
tanah Papua”.
Hari ini orang
Papua di planet bulan yang bernama Papua. Hari ini orang Papua sudah minta
Amerika harus berbuat apa. Hari orang Papua di Pasifik. Apa lagi yang harus
dilakukan? Apa yang Indonesia lakukan untuk orang Papua? Oh tidak lain adalah Genosida
di Papua Barat. Apalagi yang Belanda lakukan? Meninggalkan orang Papua guna dihancurkan
oleh Amerika Serika yang bekerja sama dengan Indonesia. Bukan main-main.
Sekitar 64 tahun lalu bertiga melakukan Roma Agreement, pada 30 September.
Kurang lebih 20
hari lagi, akan peringati Perjanjian Roma yang diurus kala itu. Sudah 50 tahun
mengerut isi perut bumi Papua. Sudah mengorban ribuan orang asli dan non Papua.
Banyak karyawan/ti tidak bekerja lagi. Banyak bencana muncul dimana-mana. Lalu,
51 persen yang pemerintah Indonesia urus itu untuk siapa? Orang Papua atau
(Birokrat-Kapitalis) Indonesia? Freeport Bertanggung Jawab Atas Kehacuran Alam
dan Manusia Papua!
Penulis adalah
anggota aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St.
Efrem Jayapura, Papua