Sebelum Anda membaca, pertama, Buku "Apa yang Diperjuangkan Sosialisme?", pernah dibedah oleh Lingkar Studi Kerakyatan, pada, Sabtu 07 Januari 2017; dan notulensinya Anda dapat membaca di Wordpres lingkarstudikerakyatan; dan di Website Arahjuang.
Kedua, buku ini didiskusikan dengan metode diskusi bergantian-Pertopik; dan tentu dengan cara metode ini tak dapat selesai dalam satu atau dua kali pertemuan. Maka, sampai saat ini buku "Apa yang diperjuangkan sosialisme?" belum selesai didiskusikan atas beberapa alasan yang menjadi kendala kolektivitas tak berjalan.
Ketiga, diskusi ini bermaksud mendalami ilmu, memahami apa itu kapitalisme, dan apa yang diperjuangkan oleh sosialisme. Tujuannya sebatas membangun pemahaman.
Buku "Apa yang diperjuangkan sosialisme? menjelaskan bagimana kapitalisme bisa bertahan dalam suatu wilayah--negara ketiga, misalkan--untuk terus mengeruk kekayaan alam, menguras manusia untuk akumulasi kalitalnya? Kesimpulannya, Kapitalisme bisa bertahan dengan adanya Negara: Ilmu Pengetahuan; Hukum dan Pengadilan; UU dan Parlementer; Agama dan Budaya; Militerisme: Aparatur Ideologis dan Aparatus Reaksioner, dan Pendidikan.
Bagaimana Kapitalisme Bisa Bertahan?
Kapitalisme tidak mengenal hukum alam dan hukum hakikad manusia. Mengapa? Karena, pertama, kerusakan alam diakibatkan karena adanya sistim Produksi yang manusia memproduksi untuk mendapatkan keuntungan lebih. Tanpa mempertimbangkan dampak-dampak yang akan terjadi pada alam dan ekosistem, juga mengacam manusia punah, kapitalisme terus membuka lahan produksi barang dan jasa yang baru, dan pasar yang baru untuk terus bersaing antar pengusaha lain, untuk tetap mempertahankan dan terus menumpuk kapitalnya.
Sehingga, dampaknya, petani dan masyarakat kelas bawa terasing dengan keberadaan kapitalisme ditengah sosial-masyarakat. Alat produksi—termasuk tanah—dikuasai oleh pemilik modal, semakin meluas pengundulan, pencemaran udara dan air—manusia hampir punah dan tak punya harapan masa depan. Petani penggusuran hidup dibawa kemiskinan, dan untuk bertahan hidup, mereka harus menjual tenaga kerjanya kepada pemodal: menjadi buruh upahan.
Kapitalisme selalu mencari untung besar (surplus) dari modal yang kecil. Sehingga dalam statistika produksi sandang, pangan dan papan, lebih banyak dari jumlah populasi penduduk didunia. Namun, Menurut data resmi, 80% jumlah manusia di bumi hidup dalam kemiskinan. Karena, logika kapitalisme, sebanyak berapa yang diproduksi mendapatkan keuntungan berapa. Buruh pun dibayar dengan upah yang murah, tak sesuai dengan berapa jam kerja buruh dan berapa jumlah barang yang diproduksikan.
Kapitalisme juga terus membiarkan kemiskinan dan jumlah pengangguran semakin tinggi. Biasanya, terjadi masif di Negara Ketiga. Mereka memelihara kemiskinan dan pengangurang—ditengah produktifitas makanan yang lebih dan lapangan kerja yang banyak—untuk distribusi barang dan konsumen—membuka pasar produksi barang di negara-negara ketiga. juga bagi penganguran untuk tenaga kerja buruh upahan.
Dampak dari persaingan antar perusahaan banyak menimbulkan kemiskinan dan pengangguran. Misalnya, tingkat produksi barang tak sesuai dengan kebutuhan manusia, namun semain banyak produksi barang, semkain memupuk keuntungan. Sehingga banyak karyawam buruh yang dipercat—semakin memperbaharui alat produksi dan mesin yang modern, semkain berkurang tenaga kerja-juga kerena over produksi.
Kemudian, dengan adanya kemajuan teknologi alat produksi, kapitalisme meproduksi alat teknologi yang bukan untuk memperbaiki manusia, justru menjaga dan mengamakna kepentingan akumulasi kapital. Misalnya, persaingan menimbulkan perang; akumulasi kapital menimbulkan represif, rasisme, penindasan perempuan, bergesernya fungsional militer, dst.
Nah, bagaimana kapitalisme bertahan?
Kapitalisme lahir dari feodalisme runtuh/revolusi borjuis. Ketika negara kerajaan menggantikan negara borjuasi (negara modern); ketika penguasa raja, kaum bangsawan dan tuan tanah menggantikan penguasa baru: borjuasi dan pemodal.
Negara Modern, Karl Marx, adalah alat penindasan atau instrument penguasa untuk menindas rakyat. Wajah Negara atau suprastruktur penguasa: ada hukum dan Pengadilan untuk menghukum dan mengadili rakyat dan meloloskan kepentingan akumulasi modal. Ada militer dan penjara untuk merepresif rakyat dan memenjarahkan kaum revolusioner, dan untuk menjaga aktifitas akumulasi modal: securiti perusahaan, mengamankan akses eksplorasi dan eksploitasi. Ada Agama dan Budaya untuk mengalienasikan rakat. Dan ada ilmu dan pendidikan untuk terus meningkatkan tenaga kerja produktif.
Dengan adanya suprastruktur tadi, penguasa terus menindas rakyat. Penguasah tunduk pada aturan kepitalisme; militerisme dijadikan sebagai alat untuk mengontrol dan merepresif.
Negara itu aparatur dari kelas berkuasa—militer, PNS, parlementer, menteri, jaksa-hakim, mereka diberi upah yang bersar untuk setia dan tunduk dibawa penguasa. Penguasa terus melakukan rekrutment dan, ada pun sistim jenjang karir, kenaikan pangkat tinggi. Mereka itu Perwira tentara, Hakim, kepala Departemen, untuk bagaimana caranya, apa pun kata hukum, harus mempertahankan sistim yang ada.
Kemudian Kapitalisme pun membangun sandiwara Demokrasi. Rakyat dilibatkan dalam memilih pemimpin. Tetapi yang berhak mengambil keputusan adalah para penguasa. Mereka, atas nama rakyat, membuat keputusan ini dan itu untuk kepentingan mereka.
Parlementar, Hukum dan Militer
Kapitalisme juga berfungsi pada lembaga Hukum dan Parlementar. Hukum di jalan, dijaga oleh Polisi; dibelakang polisi ada pengadilan. Seorang jaksa dan hakim tak dipilih oleh rakyat. Mereka direkrut oleh penguasa dan tentunya untuk kepentingannya. Apa lagi Perlement yang dipilih oleh rakyat dan kemudian disebut wakil rakyat. Tetapi mereka adalah berasal dari partai borjusi atau penguasa. Dan mereka harus tunduk pada aturan partai dan hukum negara. Sekalipun mereka disebut wakil rakyat, tetapi ketika sidang parlement—di negara ketiga—dijaga oleh aparatus bersenjatah.
Ada dua aparatus negera, pertama adalah Aparatus Ideologi Negara: Sistim Pendidikan, Hukum, Budaya dan Agama, beserta Hegemoni. Dan yang kedua adalah aparatus Represif, yakni militer dan penjarah. Kapitalisme membutuhkan Militer untuk memperluas dominasikelas penguasa: Penjajahan, represi, Infasi.
Militerisme adalah sisitim militer yang sangat disiplin, taat dan patuh pada tatatertip dan aturan yang, sebenarnya tak demokratis, dibuat oleh penguasa beserta petinggi militer, yang punya interaksi langsung dengan penguasa. Maka militer itu ibarat robot. Sehingga, militer itu sering menujukan agreesif dan represif. Militerisme juga membangun kelompok populasi dalam masyarakat, kelompok milisi sipil reaksioner, fundamentalis, juga memobilisasi rakyat untuk bangun hegemoni penguasa.
Sistim Yang Mengontrol Pikiran
“Untuk mempertahankan sistim kapitalisme bukan hanya dengan angkatan bersenjatah dan perlemen. Namun sebuah kontruksi struktur kontrol pikiran” Tulis Democratic Socialist Party dan Resistance (1998) bahwa kapitalisme mengajarkan untuk tidak berfikir.
Pertama, kapitalisme mempunya Ilmu pengetahuan sosial Borjis—bergagasan dari filsafat Idealisme yang reduksionis—yang dicerna kedalam Sisitim pendidikan, mengajarkan murid-murid untuk tunduk dibawa aturan dan menati wewenang dan media massa pun terus mengingatkan kepada mereka untuk tak lupa.
Kapitalisme menanamkan ilusi bahwa harus sekolah yang tinggi-tinggi, agar bisa menjadi orang kaya yang terkenal. Mereka hanya disibukan dengan belajar dan menghitung untuk mendapatkan peredikat yang baik.
Jadi sistim pendidikan berjutuan untuk mendoktrinasi pengetahuan kapitalisme untuk mereka terus taat pada wewenang dan tunduk pada aturan. Dengan begitu, mereka di reduksi, dan menjadi agen-agen budak intelektual yang terus memupuk modal bagi kapitalis dan bekerja untuk kaum pemodal.
Kapitalisme mempunyai, selain sistim pendidikan, juga mempunya media massa (cetak dan Oline) juga TV. Media massa terus mempropagandakan iklan-iklan kapitalisme, ilusi-ilus yang terus menggiring masyarakat kedalam konsumerisme. Media massa juga tak berpihak kepada rakyat. Mako Tabuni ditembaki oleh tentara di perumnas III Jayapura (2012), berita yang diangkat malah menyudutkan gerakan rakyat Papua. Bahasa media menyebutnya tokoh Separatis, Pemberontak. Para pembunuh (militer) dilindungi dan menyebutnya pahlawan. Atau Seorang Petani Surokonto-semarang ditembaki oleh Militer tak diberitakan. Justru yang diangkat adalah PT. Semen Baru Indonesia yang sedang beroperasi di lahan pertaniannya. Media tak Memikirkan soal hak hidup Petani Surokonto.
Mengapa Kapitalisme Menindas Kaum Perempuan?
Penindasan perempuan itu bukan sesuatu yang wajar, tetapi diperlukan oleh Kapitalisme. Historis sebelum kepitalisme, kecuali massa meramu dan berburu, peran perempuan sangatlah ditentukan oleh kepala keluarga atau Laki-laki untuk terus mewarisi harta benda milik si laki-laki. Konteks Papua, pembagian harta benda mengkuti darah (genetika), marga dan suku. Masyarakat Patriarkat. Maka, Poligami bagi orang Papua dulu, itu pun diakibatkan karena laki-laki memiliki harta warisan yang lebih, sehingga untuk mengurusi tanah dan ternak, juga untuk mewarisi (mengisi lokasi yang kosong) sehingga terjadilah poligami dengan sogan, tanah banyak yang kosong.
Hasil ternak dan Pertanian sangat subuar, juga mengangkat si laki-laki menjadi kepalah suku, atau marga kerena selain bijak, juga bisa menjamin orang lain (misalnya, anak yatim piatu, perempuan Janda dengan cara mengawininya, dan sebagainya). Begitu pula yang tejadi belahan dunia lainnya. Peran perempuan dipertanian milik tuan tanah sangat diperlukan; juga perempuan memproduksi generasi yang kemudian menjadi budak setia.
Sejak itulah muncul istilah sistim keluarga. Familia mempunyai arti dalam bahasa Latin, yaitu, famulus. Yang artinya budak rumah tangga. Familia artinya keseluruhan budak yang dipunyai laki-laki.
Sistim Kapitalisme pun sangat membutuhkan peran perempaun didalamnya. Perempuan buruh tak boleh membawa anak di tempat kerja karena Kapitalisme akan rugi untuk mempersiapkan tempat asuhan anak para buruh. Maka, dalam perkembangannya, kapitalisme menjadi perempuan sebagai ibu rumah tangga saja. Bagaimana Ia hanya bisa mengurusi rumah, masak, anak.
Perempuan rumah juga dapat pendidikan lewat media Massa, TV tentang bagimana setiap perempaun harus mengajarkan kepada anaknya untuk terus belajar dan berjuang, harus taat pada aturan, Hukum (mereka) dan segalah macamnya. Peran perempuan juga dapat memproduksi generasi pekerja bagi kapitalisme.
Kaum perempuan di negara Ketiga, mereka sangat terhipnotis dengan iklan-iklan produk kapitalisme yang menawarkan tentang kecantikan, awet mudah, dan segalah macamnya penawaran lewat TV dan Media Masa milik penguasah. Sehingga, disisi lain, seksisme itu sangat kental berkembang.
Bersambung...